Terus terang aku khawatir Dengan komunis di tanah air Yang belakangan hidup kembali Dari dalam gang, di pikiran, di pinggiran, di selangkangan Ini mungkin tanda-tanda kudetanya yang mutakhir Ooo... telepon nine one one Belakangan muncul simbol Di mana-mana Di langit-langit Di layar kaca Di kepala Di internet Di jendela Di kaos band metal Di bawah terpal Di balik aspal Ooo... Mana dimana Maka pertama Kuamankan keluarga dari bahan pangan Yang mengandung unsur komunis Yang manis-manis yang manis-manis yang Marxis-Marxis Akan kularang itu Chinese food Itu babi merah, itu kolang-kaling Vodka Russia dan sayur genjer Semua kubredel Aku siaga, selalu waspada Bahaya merah di mana-mana Kini curiga waktu kulihat istri tercinta rambutnya merah Bibirnya merah Behanya merah Kukunya merah Sepatunya merah Oh, istriku mengapa kau merah? Mungkin ia agen rahasia? Ooo... Sudah kuduga Baru kemarin aku terkejut Aku tersudut lalu menyebut Waktu kulihat anak pertama begitu asik dengan PR berhitung I er san se Sungguh komunis telah menyusup Jauh ke dalam ke sekolahan Coba bayangkan palu dan arit Kini diajarkan dalam bentuk aritmatika Ooo... Ilmu neraka Aku berpikir lalu terkilir Orang-orang kiri seperti penyihir Kulihat dunia di titik nadir Kulihat negara terombang-ambing Orang-orang kiri mendadak hadir Kucari petunjuk di dalam kitab Susuri kalimat biar ku mantap Kubaca pelan mulai dari kiri menuju kanan Mulai dari kiri menuju ke kanan Kini ku sadar apa yang ku buat Aku membaca mulai dari kiri oh ini buku pasti buku kiri Ooo... Buku ku bakar Aku khawatir, aku gemetar Tiada pilihan selain ke dokter Aku rebahan di samping suster Ia tanyakan ku punya keluhan Aku katakan itu komunis buat jantung berantakan tak karuan Suster ambilkan itu stetoskop Lalu dadaku ia tekan-tekan Ia simpulkan ritme jantungku Tak beraturan ini gejala aritmia aritmia aritmia Oh Tuhan mengapa biarkan arit keparat tinggal di badan Ooo... Suster sialan Kini kiamat sudah mendekat Aku berdoa aku berharap Kepada tentara kepada malaikat Kepada ormas yang super waras Aku tak pernah berhenti berharap