Masa masa terlahir dalam sahaja Pancaroba terakhir salam angkara Ceceran kilasan di atas tilas Bersanding dengan jajaran gagasan berbalas culas Penyintas semesta ruang dan waktu Melintas diatas semua kubang laraku Memori panas semusim di rural Sydney Antusias pemukim dan sundal silang birahi Mufakat khianat di kamar gelap Muslihat rebut maslahat dalam makar senyap Runut suara asa yang lengang terhalang palang prahara Tuntut paksa galang ulang prasangka Tiada aura kebersamaan Di setiap kemasan pembungkus kain kafan Selayak diri terbujur di liang lahat Dikoyak sepi terkubur di lubang bertanah padat Saat ayah berpulang untuk jelang fase ketiga Tersisa payah dulang air di rentang oase logika Ajari aku tuk menafsir makna keberadaan Esensi baku di ufuk barat kehidupan Kawan sejati tak lari, ia di cari Teman sehati tiupkan nafas sekali lagi Hingga adiwarna hadir berlipat ganda Asa mengembang di raga jelang swastamita Pesan yang disampaikan taufan pada badai serumpun "Larilah ke dalam kesendirianmu", ia berpantun Tidak kah kau dengar dengung lalat berkerumun Mengajakmu bergabung pada sengkarut qanun pemasung Demi masa, waktu terbuangku tak terhitung Tak kan ku ulang meski limbung di dasar palung Macam harap yang kami gantung pada utopia menggunung Diarak mendung jauh ke ujung utara Kota Bandung Demi setiap doa pada setiap Kamisan Tak semua kepergian harus diiringi tangisan Janji kami merekam zaman hingga waras penghabisan Serupa nyala Ginan dan pijaran bara Sebastian Tak semua ingatan tergelap datang beriringan Dengan angkara, bahkan disana letak kita menyimpan Peraduan kesenduan yang dititipkan hujan Yang di hunus kala pedang tak lagi berguna dipertempuran Seiring kobaran padam perlahan Datang waktu kalian lelah menagih janji teman Muak pada penundaan Murka yang terjinakkan Lelah menghitung detik yang tercampakkan Tak membiarkan hidup hanya selewat mampir di gugusan Berakhir ditenggelamkan keputusan-keputusan Dengan sedikit bisa tersisa dari ordo Pancaroba Kubuatkan kau peluru dari setiap jejak langkah kunjungan Dari pusara kawan di Sirna Raga Di seberang Terminal Dago Di bawah lampu jalan di Wastukencana Di bawah langit tosca Jalani rentang lintasan waktu Hadapi rintang kehidupan aku Bernafas tuk mereka yang bertumpu di Hadapan daras lafal sisa umur tanpa penyesalan Yang akan kami biarkan terbakar sebelum meredup Jangan tunda melepas angkara berjelajah Karena hari esok memiliki ruang hampanya sendiri yang memadamkan api Hidupi puisimu, Kamerad