Di kedalaman hutan yang tergelap Dan rawa yang paling senyap Jangan pernah melunak ketika datang senjakala Marahlah pada pudaran sinar Gejolak kawula muda serupa kejang delapan tiga Bergolak gelora rima serupa pembebasan Papua Mengganti pandu dengan gelegar petir Menemukan padanan candu yang membuat Chairil menulis syair Meribak tamsil alasan hidup seorang martir Membaca tafsir graffiti Phase Two dan Zephyr Berpose b-boy stand di atas hamparan pasir Sebelum datang menagih hari filsafat sebagai martil Mengada bersama merakit patahan makna Irama abad bawa jagad serupa Afrizal Malna Mencuri nyala api dari puisi Agam Wispi Hingga kebenaran tak lagi berpihak kepada nisbi Mereka membakar lembaran, kami bakar jembatan Di belakang, dengan ekstasi yang sama di hari pertama Mendengar Bad Brains dengan Heartattack di tangan Lewati gelapnya zaman dengan buku dan rekaman Bakar birama macam Pramoedya bakar sampah Kaki jejak tanah, kepala menengadah Berpantang lalai pantangi hidup terjajah Hingga jasad terkubur enam kaki bawah tanah Bakar birama macam Pramoedya bakar sampah Kaki jejak tanah, kepala menengadah Berpantang lalai pantangi hidup terjajah Hingga jasad terkubur enam kaki bawah tanah Inspirasi 'tak datang dari waktu yang menyerah Yang memberangus risalah atau sudut yang mengalah Jika ada tugas sejarah dari pedang rima sebilah Adalah mencatat semangat zaman dan mencegah Diri merapat ke barisan penyeragam ranah Pantang hidup tanpa marwah, tulis bait tanpa arwah Menggapai transendensi, ambil alih kendali Hidup yang berkubang pada mesin yang berotasi Kenali angkara di antara Thukul menyusun aksara Merancang rencana menyusun kepalan menghias angkasa Hirup kina Harry Roesli saat menulis Malaria Jatuh cinta bersama lembaran Sapardi dan Neruda Pernahkah pula kau dengar gemetar lutut tiran Saat Mentari bersinar dari petikan gitar Abah Iwan? Jantung berdegup kala membaca kisah sepenuturan Orwell, Rendra, Nyanyian Baru Roem Topati masang Bakar birama macam Pramoedya bakar sampah Kaki jejak tanah, kepala menengadah Berpantang lalai pantangi hidup terjajah Hingga jasad terkubur enam kaki bawah tanah Bakar birama macam Pramoedya bakar sampah Kaki jejak tanah, kepala menengadah Berpantang lalai pantangi hidup terjajah Hingga jasad terkubur enam kaki bawah tanah Bakar birama macam Pramoedya bakar sampah Kaki jejak tanah, kepala menengadah Berpantang lalai pantangi hidup terjajah Hingga jasad terkubur enam kaki bawah tanah Bakar birama macam Pramoedya bakar sampah Kaki jejak tanah, kepala menengadah Berpantang lalai pantangi hidup terjajah Hingga jasad terkubur enam kaki bawah tanah Tepuk tangan bagi mereka yang Menyulut bara dari derai-derai halaman Bagi hari-hari memburu nyawa pada Tetralogi Buru Berguru pada puisi Romomangun di Kali Code Dan membacakan puisi pamflet di depan Koramil Tepuk tangan bagi jalan sepi tengah malam Yang dijajaki mereka yang tak pernah jera Hidup sepenuhnya dan memaknai dunia Rest in Peace Wahyu Permana We miss you Akan tiba hari perginya ginjal dan lambungmu Jantung berhenti, menghitung kelelahan harimu Akan tiba hari di mana teman tak ada yang lagi tersisa, Lirik 'tak lagi berbisa Dan hasrat berontak hanya tinggal sisa-sisa Tapi tidak hari ini Akan datang hari di mana melawan penindasan adalah kesia-siaan Akan datang zaman yang akan memberi karpet merah bagi Despot, rezim, tiran, firaun dan segala kata macam gantinya Akan tiba waktu di mana setiap orang menjilat Pantat kekuasaan dan berpura-pura menjadi pahlawan Akan selalu ada mendung bergelayut Kala dibantai tanpa ujung Kala mengalah Kala hidup tak berarti apapun Dan kala kematian datang Kita bisa percaya bahwa kanker kekalahan Menempel pada paru-paru takdir, serupa nikotin Dan pada akhirnya akan ada waktu berpetualang berakhir Tapi tidak hari ini Niscaya terbungkam, Tidak hari ini Langit pasti menutup, Tapi tidak hari ini Detaknya akan berdiri, rangkul kawan kalian kanan-kiri Gelap pasti kan datang, Tapi tidak hari ini! Untuk Jojon dan Ginan 5 Agustus 2018